Laman

Selasa, 26 April 2011

Antara Kekayaan dan Nafsu

FILOSOFI HIDUP

Jika engkau ingin membuat seseorang berbahagia, jangan tambah kekayaannya, tapi buang saja nafsunya


LELUCON

Berpose Alami

Saat itu hari wisuda dan Ibu mencoba mengambil foto anaknya dengan topi wisudanya, berpose dengan ayahnya.

"Mari kita coba untuk membuat tampilan ini alami," katanya. "Junior, taruh lenganmu di bahu ayahmu."

Sang ayah menjawab, "Jika ingin terlihat alami, mengapa tidak menyuruh dia meletakkan tangannya di dompetku?"


TIPITAKA

Kisah Samanera Sanu

Suatu hari, Samanera Sanu didesak oleh para bhikkhu yang lebih tua untuk naik ke atas mimbar dan mengulang bagian-bagian dari Dhamma yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha. Ketika ia telah menyelesaikan pengulangannya, ia dengan sungguh-sungguh menyebut, “Semoga jasa-jasa yang telah saya peroleh hari ini dengan mengulang syair-syair mulia ini, dinikmati oleh ibu dan ayah saya”.

Saat itu, dewa-dewa dan raksasa yang pernah menjadi ibu samanera muda ini dalam kehidupan lampaunya turut mendengarkan pengulangannya. Ketika mereka mendengar kata-kata itu, raksasa tersebut sangat gembira dan dengan cepat berteriak, “Putraku sayang, betapa bahagianya saya dapat ikut menikmati jasamu; kau telah melakukannya dengan baik putraku. Sangat baik! Sangat baik! (Sadhu! Sadhu).” Karena jasa Samanera Sanu, dewa dan raksasa yang pernah menjadi ibunya menjadi sangat dihormati dan diberi tempat yang utama dalam perkumpulan mereka oleh para dewa dan raksasa lainnya.

Saat samanera tersebut tumbuh menjadi lebih tua, ia ingin kembali pada kehidupan sebagai umat biasa; ia pergi ke rumahnya dan meminta pakaiannya dari ibunya. Ibunya tidak ingin ia meninggalkan Sangha dan mencoba agar ia tidak melakukan hal itu, tetapi ia tetap teguh dengan keputusannya. Untuk mengulur waktu, ibunya menjanjikan untuk memberinya pakaian setelah bersantap makanan. Saat ibunya sedang sibuk memasak makanannya, raksasa yang pernah menjadi ibunya dalam suatu kehidupan yang lampau berpikir, “Jika putraku, Sanu meninggalkan Sangha, saya akan malu dan menjadi tertawaan di antara raksasa dan dewa yang lain. Saya harus mencoba dan menghentikannya agar tidak meninggalkan Sangha.”

Kemudian samanera muda dirasuki oleh raksasa tersebut. Anak laki-laki itu berguling-guling di lantai, berkomat-kamit tidak keruan dengan air liur berleleran dari mulutnya. Sang ibu merasa ada bahaya; tetangga berdatangan dan mencoba untuk mengusir makhluk halus tersebut. Kemudian, raksasa itu berbicara, “Samanera ini ingin meninggalkan Sangha dan kembali pada kehidupan umat awam; jika ia berbuat demikian maka ia tidak akan dapat lepas dari dukkha.” Setelah mengucapkan kata-kata ini, raksasa tersebut meninggalkan tubuh anak laki-laki tersebut dan anak tersebut menjadi normal kembali.

Melihat ibunya menangis dan para tetangga berkumpul di sekitarnya, ia bertanya apa yang telah terjadi. Ibunya menceritakan pada mereka, semua yang telah terjadi pada samanera muda anaknya dan juga menjelaskan pada mereka bahwa untuk kembali pada kehidupan umat awam setelah meninggalkan Sangha adalah sangat bodoh. Sesungguhnya, meskipun hidup, ia seperti orang mati.

Samanera tersebut kemudian menyadari kesalahannya. Dengan membawa tiga jubah dari ibunya, ia kembali ke vihara dan segera diterima sebagai seorang bhikkhu.

Ketika berkata tentang Samanera Sanu, Sang Buddha yang berharap untuk mengajar tentang latihan batin berkata, “Anakku, seseorang yang tidak mengendalikan pikirannya, yang mengembara ke mana-mana, tidak dapat menemukan kebahagiaan. Karena itu, kendalikanlah pikiranmu seperti seorang pelatih gajah mengendalikan seekor gajah.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 326 berikut :

Dahulu pikiran ini mengembara,
pergi kepada objek-objek yang disukai, dingini,
dan ke mana yang dikehendaki.
Sekarang aku akan mengendalikannya
dengan penuh perhatian,
seperti penjinak gajah mengendalikan gajah
dengan kaitan besi.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, bhikkhu Sanu memahami ‘Empat kebenaran Mulia’. kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat.


VEGETARIAN

Kafka dan Natalie Portman Juga Vegetarian

“Eating industrial meat takes a heroic act of not knowing or forgetting” Michael Pollan, 2006

Lebih banyak album musik yang mengubah hidup saya ketimbang buku. Namun jika ada satu dari sedikit buku yang telah bisa mengubah hidup saya, buku itu adalah Eating Animals karya penulis Yahudi Amerika Jonathan Safran Foer—yang buku larisnya Everything Is Illuminated telah digubah oleh Hollywood menjadi sebuah film dengan judul yang sama.

Jika Karl Marx sudah banyak mengubah orang menjadi komunis, Jonathan Safran Foer membuat saya mengikuti ideologi vegetarianisme—dan saya adalah orang yang tidak suka dengan ideologi dan dogma.

Belajar ideologi dari Foer (baca seperti Meier) bukanlah pekerjaan yang sulit. Dan jika anda pengikut Kafka dan Derrida, menjadi vegetarian adalah aktivisme yang penuh pikir. Setahu saya hanya Safran Foer yang mengutip Franz Kafka dan Jacques Derrida untuk mendukung argumen tentang betapa masuk akalnya menjadi vegetarian.

Dalam buku Eating Animals ini, Safran Foer mencari akar vegetarianisme modern jauh sampai ke karya-karya klasik dua penulis besar dunia tersebut. Di halaman 36, segera setelah kata pengantar yang panjang, Safran Foer memasukkan kutipan mencekam dari Max Brod—penjaga warisan literatur Kafka—tentang saat di mana Kafka sekejap berubah menjadi vegetarian:

“Sekarang paling tidak aku bisa melihatmu dengan tenang, Aku tidak akan memakanmu lagi. Saat itu adalah saat di mana Kafka berubah menjadi vegetarian yang taat,” kata Brod, mengutip Kafka, setelah memandang terlalu lama sebuah ikan di sebuah akuarium di Kebun Binatang Berlin.

Di balik pernyataan sederhana ini terdapat sebuah pertanyaan etis yang sangat sulit bahwa ketika kita memakan binatang, kita pada kenyataan telah meninggalkan sifat asli kita sebagai bagian dari alam. Dalam ikan, Kafka bisa melihat bagian dari diri kita sendiri—syaraf, penerima rasa sakit, endorphins (penghilang rasa sakit) serta semua sarana perespons rasa sakit—dan dengan memakan mereka, kita dengan sendirinya telah menolak bagian penting dari kemanusiaan kita.

Kita tahu bahwa pernyataan tersebut begitu penting karena datang dari seorang yang karya terbesarnya Metamorphosis, ditulis tahun 1915, adalah kisah tentang Gregor Samsa yang bangun pagi dan menemukan dirinya telah berubah menjadi serangga besar.

Dari Derrida, Safran Foer mengutip bahwa mereka yang mengkonsumsi daging binatang tidak hanya melanggar hak hidup binatang namun juga menolak untuk menghargai sentimen rasa kasihan (pity) dan kasih sayang (compassion).

Namun mengutip pujangga besar serta persoalan etis mereka ketika memakan daging tidak cukup untuk membuat orang berubah menjadi vegan.

Kekuatan persuasi Eating Animals terletak pada data dan fakta yang dikumpulkan secara tekun oleh Safran Foer dari riset lapangan, investigasi, ratusan wawancara dengan peternak dan eksekutif perusahaan peternakan raksasa, juga data yang dikumpulkan dari pemerintah, industri dan lembaga pengawas swadaya masyarakat.

Dan semua kerja keras itu hanya untuk menunjukkan bahwa ketika kita makan daging serta produk turunannya, dosa terbesar yang kita lakukan adalah melakukan pembiaran terhadap kekejaman atas binatang—argumen lama memang, tapi disinilah kekuatan persuasi Foer bermain.

Penelitian ilmiah mungkin gagal untuk menjelaskan seperti apa tepatnya bentuk penderitaan bagi binatang, ketika mereka dijejalkan ke dalam kandang industri atau ketika mereka digiring ke pemotongan hewan. Namun ada satu keniscayaan—yang diturunkan dari dalil Kafka di atas—bahwa binatang bisa merasakan rasa sakit, dan debat tentang seberapa sakit menjadi tidak penting, ketika anda melihat pandangan mata terakhir binatang-binatang tersebut ketika dikirim ke rumah jagal.

Pandangan mata penuh ketakutan ini adalah justru hanyalah puncak dari parade penderitaan tak berujung yang harus mereka alami untuk membawa steak, sushi, atau sayap goreng ke meja makan kita.

Penderitaan itu misalnya ada di peternakan yang dikunjungi oleh Foer—secara menyamar— di mana 33 ribu unggas dijejalkan ke dalam sebuah kandang berukuran 12 x 150 meter. “Anda tidak harus melihatnya sendiri atau bahkan menghitung luasnya untuk mengerti bahwa betapa berjejalnya mereka,” Foer menulis.

Ada deskripsi lain yang pasti bisa segera membunuh selera makan anda. Foer menulis bahwa rekayasa genetis memungkinkan ayam untuk menumbuhkan daging dan lemak secara lebih cepat dibandingkan kecepatan tumbuh tulang, dan ini pada akhirnya berujung kepada kecacatan dan penyakit.

“Terlalu banyak cairan membuat tubuh unggas penuh lubang busuk, serta pembengkakan dan ini telah membunuh kurang lebih 5 persen dari jumlah unggas dunia. Tiga dari empat unggas akan mengalami cacat berjalan dan akal sehat tentu akan mengatakan bahwa mereka pasti menderita sakit yang kronis,” tulis Foer.

Namun bentuk kekejaman yang paling jahat justru datang dari pekerja peternakan. Dari investigasinya terhadap supplier untuk Kentucky Fried Chicken (KFC) and Tyson Foods, dua terbesar pemilik industri peternakan di Amerika Serikat, ayam-ayam hidup ditendang, diinjak, dipukul ke tembok, diludahi dengan sisa tembakau, dipotong patuknya serta dipaksa mengeluarkan kotoran,”

Binatang lain juga tidak bernasib lebih baik.

Babi-babi yang dibesarkan dalam peternakan industri—buku ini ditulis dalam konteks masyarakat Amerika Serikat dan Foer adalah Yahudi jadi tidak memakan daging babi—dipaksa hidup dalam kubangan secara berjejal di mana mereka mengalami lemah tulang, infeksi saluran pengeluaran, masalah jantung dan turunnya massa otot yang begitu parah sehingga membuat mereka sulit bahkan hanya untuk berbaring, demikian tulis Foer dalam bab yang berjudul “Slices of Paradise/Pieces of S*#t.”

Studi lain menunjukkan bahwa warisan genetika yang buruk, keterbatasan bergerak (karena ruangan terbatas) dan gizi buruk membuat antara 10 sampai 40 persen babi ini menjadi cacat, lutut yang bengkok, kaki pincang…dan beberapa bayi babi mengalami kecacatan seperti guwing, kelamin ganda, puting terbalik, tidak memiliki anus, tremor serta hernia, Foer menuliskan ini di halaman 186.

Dan untuk membuat hidup binatang ini menjadi semakin menderita, jutaan kilogram antibiotik harus disuntikkan sehingga membuat mereka bisa bertahan hidup dalam kondisi yang mengenaskan, semata-mata karena mereka tidak bisa lagi bertahan dalam lingkungan yang penuh penyakit tersebut.

“Setiap tahun di Amerika Serikat, ternak-ternak tersebut diberi makan dengan hampir 12 juta kilogram antibiotika (melebihi jumlah untuk manusia) dan ini adalah data dari industri farmasi…Otoritas departemen kesehatan termasuk Pusat Pengendalian Penyakit telah menyerukan dihentikannya penggunaan antibiotika secara semenan-mena tersebut, namun pada kenyataannya praktek tersebut terus berlanjut,” tulis Foer.

Sebagai akibat dari praktek tersebut kita bisa melihat lahirnya penyakit kebal antibiotika atau disebut juga “superbug” yang tidak hanya membunuh binatang namun juga telah menyebar kepada manusia.

“Sumber utama dari H1N1 swine flu adalah dari sebuah peternakan babi di negara bagian yang dikenal memiliki peternakan babi terbesar North Carolina dan kemudian menyebar ke seluruh daratan Amerika,” Foer menulis di halaman 42.

Dan ketika hidup mereka harus berakhir, binatang-binatang tersebut harus mengalami rasa sakit yang tidak terbayangkan. Ayam-ayam harus dipaksa menghadapi mesin setrum, babi-babi harus diberi aliran listrik dan sapi-sapi harus dipasangi tongkat setrum ke kepala mereka, sebelum disembelih. (dalam beberapa kasus, sapi-sapi tersebut tidak benar-benar mati dan tetap sadar ketika tubuh mereka dikuliti dan di potong-potong).

Foer menyimpulkan bahwa memakan daging pada akhirnya melibatkan sebuah tindakan herois—yang juga sangat Kundera-esque— untuk melupakan atau pura-pura lupa akan kekejaman tersebut. Kutipan dari Michael Pollan di pembuka tulisan ini kurang lebih memiliki makna yang sama belaka.

Siapa yang harus dipersalahkan untuk ini semua?

Sebelum mengarahkan telunjuknya kepada kita, para omnivora pemakan daging, Foer juga menuntut pertanggungjawaban dari perusahaan peternakan raksasa semacam Tyson Food, KFC serta pemilik peternakan babi terbesar di dunia Smithfield, yang tidak hanya mengendalikan supply daging di Amerika Serikat namun juga di seluruh dunia. Dan sebelum perusahaan-perusahaan tersebut bersalah karena telah melakukan penyiksaan masif terhadap binatang, mereka lebih dahulu menjadi tersangka atas kejahatan menciptakan mitos bahwa memakan daging dan mengkonsumsi produk turunan dari hewan (a la Empat Sehat Lima Sempurna) adalah pilihan sehat, sebuah conventional wisdom yang telah ditolak dimana-mana.

Asosiasi Ahli Gizi Amerika Serikat di awal dekade 1990-an telah mengeluarkan laporan yang menyebutkan bahwa menjadi vegetarian adalah strategi yang cocok bagi siapapun, pada usia berapapun, bagi mereka yang hamil, menyusui, kanak-kanak, remaja dan bahkan atlit. Penelitian lain menunjukkan bahwa simpanan protein yang berlebih bisa menjadi sebab bagi osteoporosis, penyakit ginjal, batu ginjal dan kanker.

Dengan deskripsi dan penjelasan di atas, segera setelah membaca buku ini, saya langsung menjadi vegetarian—yang sebenarnya tidak terlalu sulit mengingat saya sendiri tidak terlalu bisa menikmati daging serta produk dari binatang sejak muda. Saya baca terakhir Natalie Portman juga berubah menjadi vegan setelah membaca buku ini.

Saya tidak tahu secara pasti seberapa kejam dan jahat industri peternakan di Indonesia, namun cukup aman untuk mengatakan bahwa kalau untuk urusan profit, perusahaan tersebut akan mau melakukan apa saja untuk menyiksa hewab-hewan itu demi daging, susu dan telur murah yang datang di meja makan kita. Baca buku ini dan steak yang dihidangkan di depan anda tidak akan pernah sama lagi.

Selasa, 19 April 2011

SEBAB AKIBAT

FILOSOFI HIDUP

Sering terjadi seseorang yang berbuat jahat, menerima nikmat kesenangan selama perbuatan jahat yang dilakukannya belum berbuah, tetapi bilamana nanti buah dari perbuatan jahatnya telah masak maka ia akan menerima (betapa pahit) akibatnya


LELUCON

Merek-Merek Parfum Mewah

Seorang wanita tua naik lift di Gedung Kantor New York City yang sangat mewah. Seorang wanita muda dan cantik masuk ke dalam lift dan berbau wangi lalu menoleh kepada wanita tua dan berkata angkuh, "Giorgio - Beverly Hills, $100 per ounce"

Wanita muda dan cantik berikutnya naik di lift dan juga sangat arogan menatap menjadi wanita tua itu dan berkata, "Chanel No 5, $150 per ounce!"

Sekitar tiga lantai kemudian, wanita tua itu telah mencapai tujuannya dan akan turun lift. Sebelum dia pergi, dia melihat kedua wanita cantik itu, tersenyum, lalu membungkuk, dan mengeluarkan sebuah kentut yang berbau paling busuk.

Dia meninggalkan kedua wanita itu di dalam lift, sambil mengatakan "Brokoli, 49 sen sekilo!"


TIPITAKA

Kisah Raja Pasenadi dari Kosala

Suatu hari, Raja Pasenadi dari Kosala pergi ke vihara untuk memberi hormat kepada Sang Buddha setelah raja bersantap dengan banyak. Raja mempunyai kebiasaan makan seperempat sangku (setengah gantang) nasi dan kari daging. Saat di hadapan Sang Buddha, raja merasa sangat mengantuk sehingga ia terus menerus terangguk-angguk menahan kantuk dan hampir tidak dapat mempertahankan dirinya untuk tetap terjaga. Kemudian ia berkata kepada Sang Buddha, “Bhante! Saya merasa sangat tidak nyaman setelah saya makan.” Padanya, Sang Buddha menjawab, “O, Raja! Orang serakah banyak makan benar-benar menderita dengan cara seperti itu.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 325 berikut :

Jika seseorang menjadi malas, serakah,
rakus akan makanan dan suka merebahkan diri
seperti babi hutan yang berguling-guling ke sana kemari.
Orang yang bodoh ini akan terus menerus dilahirkan.

Setelah mendengarkan khotbah Dhamma itu, Raja mengerti pesan tersebut, berangsur-angsur mengurangi jumlah makanan yang dimakannya. Hasilnya, ia menjadi jauh lebih bersemangat dan mudah berjaga, oleh karena itu ia juga berbahagia.


VEGETARIAN

Cara termudah menjadi Vegetarian

Bagi mereka yang pembawaan lahirnya tidak suka memakan makhluk berjiwa, sering mutih atau puasa, tentu dengan mudah dapat langsung menjadi vegetarian.

Sedangkan bagi mereka yang suka makan daging hewan dan sulit untuk melepaskan hawa pembunuhan, nafsu, ego dan emosi hewan yang telah mendarah daging di dalam tubuhnya dapat membersihkannya secara bertahap dengan mengikuti 3 cara yang mudah dan sederhana berikut ini :

Langkah pertama:
Pilihlah waktu yang teringan setiap hari untuk bervegetarian secara disiplin selama setengah hari (12 jam), yaitu mulai jam 12 malam sampai dengan jam 12 siang. Ini berarti setengah dari sisa hidup Anda di bumi ini telah menjadi vegetarian.
Bila dalam tiga bulan Anda telah berhasil melakukan langkah pertama ini, maka Anda akan berhasil selamanya.

Langkah kedua:
Pada saat bersamaan Anda menjalankan langkah pertama, pilihlah tiga jenis daging hewan yang paling Anda sukai untuk tidak dimakan selama hidup Anda.
Bila dalam tiga bulan Anda telah berhasil untuk tidak sama sekali memakan ketiga jenis daging tersebut, maka Anda akan berhasil selamanya, dan Anda dapat meneruskan langkah berikutnya.

Langkah ketiga:
Pada langkah ini, Anda akan dapat dengan mudah menjadi vegetarian sepenuhnya, yaitu selama 24 jam setiap hari. Bila dalam tiga bulan Anda telah berhasil melakukan langkah ketiga ini, maka Anda akan berhasil menjadi vegetarian selamanya.

Rabu, 13 April 2011

PERBAIKAN DIRI

FILOSOFI HIDUP

Salah satu cara untuk memperbaiki diri adalah dengan mengenal rasa takut.


LELUCON

Disuruh Menyeberang Karena Penting

Suatu ketika, ada sebuah sungaiyang lebar. Di satu sisi sungai tinggal kelinci, dan di sisi lainnya hidup seekor beruang.

Suatu hari, beruang itu duduk di atas tunggul, menikmati makan buah. Lalu ia mendengar ada yang berteriak padanya, yaitu kelinci.

"Hei! Hei, Teddy, menyeberanglah ke sini. Aku punya sesuatu yang mau kutunjukkan padamu!"

"Jangan sekarang! Aku sedang makan."

"Oh, ayolah!" kata kelinci. "Ini benar-benar penting."

"Tidak mungkin."

"Ayolah. Ini mendesak."

Jadi beruang memutuskan untuk pergi menyeberangi sungai yang lebar itu. Dia memerlukan waktu berjam-jam untuk bisa menyeberangi sungai itu. Dia hampir tenggelam. Dan ketika ia akhirnya sampai di seberang dia mengerang dan terengah-engah, dan berbicara kepada kelinci,

"Nah, kelinci," dia terengah. "Apa yang ingin kamu beritahukan kepadaku?"

"Hei, Teddy," kelinci itu berkata, "lihatlah betapa banyaknya buah yang di seberang sungai."


TIPITAKA

Kisah Seorang Brahmana Tua

Suatu ketika, hiduplah di Savatthi seorang brahmana tua yang memiliki uang delapan laksa. Ia memiliki empat putra. Waktu setiap putranya menikah, ia memberi satu laksa kepadanya. Jadi, ia telah memberikan empat laksa. Kemudian istri brahmana tua meninggal dunia. Putra-putranya datang kepadanya dan merawatnya dengan baik. Kenyataannya, mereka sangat mencintai dan menyayanginya. Dengan berlalunya waktu, entah bagaimana, mereka membujuknya untuk memberikan empat laksa yang tersisa. Sehingga akhirnya brahmana tua tidak mempunyai uang sama sekali.

Beberapa waktu kemudian, brahmana tua pergi tinggal bersama putra tertuanya. Setelah beberapa hari, menantu perempuannya berkata kepadanya, “Apakah engkau memberi tambahan uang beberapa ratus atau ribu pada putramu yang tertua? Tidakkah engkau mengetahui jalan menuju rumah putra-putramu yang lain?” Mendengar hal itu, brahmana tua menjadi sangat marah dan ia meninggalkan rumah putra tertuanya dan menuju rumah putra keduanya.

Kata-kata yang sama dibuat oleh istri putra keduanya dan orang tua tersebut pergi menuju ke rumah putra ketiganya dan akhirnya ke rumah putra ke empat atau putera termuda. Hal yang sama terjadi di rumah semua putranya. Sehingga, orang tua tersebut menjadi tak berdaya; kemudian, dengan membawa tongkat dan mangkuk, ia pergi kepada Sang Buddha memohon perlindungan dan nasihat.

Di vihara, brahmana tua tersebut menceritakan pada Sang Buddha bagaimana putra-putranya telah memperlakukannya dan meminta pertolongan dari Beliau. Kemudian Sang Buddha memberinya beberapa syair untuk diingat dan menyuruh untuk mengucapkannya di tempat banyak orang berkumpul.

Inti dari syair tersebut adalah “Empat putraku yang bodoh bagaikan raksasa. Mereka memanggilku: “Ayah! Ayah!” Tetapi, kata-kata itu hanya keluar begitu saja dari mulutnya dan bukan dari hatinya. Mereka pembohong dan penuh tipu daya. Mengikuti nasihat istrinya, mereka mengusirku dari rumah mereka. Sehingga, sekarang saya harus mengemis. Putra-putraku itu bahkan tidak melayaniku dengan lebih baik dibandingkan tongkatku ini.”

Ketika brahmana tua itu mengucapkan syair-syair itu, banyak orang di keramaian tersebut mendengarnya, pergi dengan gusar menuju putra-putranya dan bahkan beberapa di antara orang-orang itu mengancam akan membunuh mereka.

Putra-putra brahmana tersebut menjadi ketakutan dan berlutut di kaki ayah mereka untuk meminta maaf. Mereka juga berjanji bahwa mulai hari itu mereka akan merawat ayah mereka dengan layak dan akan menghormati, mencintai, dan menghargainya. Kemudian mereka membawa ayah mereka ke rumah mereka; mereka juga memperingatkan istri-istri mereka untuk merawat sang ayah dengan baik. Bila para istri tidak merawatnya, maka mereka akan dipukul sampai mati. Setiap putra memberi sepotong kain dan mengirim satu nampan makanan setiap hari.

Brahmana tersebut menjadi makin sehat daripada sebelumnya dan berat badannya segera kembali ke berat semula. Ia menyadari bahwa ia mendapat siraman manfaat seperti itu atas jasa Sang Buddha. Maka ia pergi menghadap Sang Buddha. Dengan rendah hati memohon Beliau untuk menerima dua nampan makanan dari empat nampan yang biasa ia terima setiap hari dari putra-putranya. Kemudian ia menyuruh putra-putranya untuk mengirim dua nampan makanan kepada Sang Buddha.

Suatu hari, putra tertua brahmana itu mengundang Sang Buddha ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Setelah bersantap, Sang Buddha memberi khotbah tentang manfaat yang diperoleh dengan merawat orang tua. Kemudian, Beliau bercerita kepada mereka tentang kisah seekor gajah Dhanapala yang merawat orang tuanya. Dhanapala ketika ditangkap merindukan orang tuanya yang ditinggal di hutan.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 324 berikut :

Pada musim kawin, gajah ganas bernama Dhanapalaka sukar dikendalikan; walaupun diikat kuat ia tetap tidak mau makan karena merindukan gajah-gajah lain di hutan.

Brahmana tua beserta empat putra dan istri-istrinya mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.


VEGETARIAN

Ingin Bebas Katarak? Coba Jadi Vegetarian

Penelitian di Inggris mengatakan bahwa mengkonsumsi lebih banyak sayuran dapat mengurangi risiko katarak.

Dalam survei diet yang diikuti orang selama hampir 15 tahun, para peneliti menemukan bahwa sekitar 30% dari 50 orang yang mgkonsumsi daging cenderung menderita katarak dibanding dengan orang yang hanya mengkonsumsi sayuran.

"Orang yang tidak makan daging memiliki risiko yang jauh lebih rendah katarak berkembang," kata Naomi Allen, seorang ahli epidemiologi di Inggris Universitas Oxford yang menulis hasil studi ini.

Menurut Eye Institute, katarak terjadi bila lensa mata menjadi keruh, kabur penglihatan. Mereka lebih umum pada orang tua, dan lebih dari setengah orang Amerika baik sudah katarak pada saat mereka sedang berusia 80 atau telah menjalani operasi untuk mereka.

"Orang harus jadi vegetarian untuk dapat menghindari katarak," ujar Allen seperti yang dikutip Reuters Health.

Studi tidak membuktikan bahwa makan daging mempromosikan katarak. Makan banyak sayuran mungkin pelindung, misalnya - beberapa penelitian sebelumnya telah mengaitkan nutrisi tertentu dalam makanan nabati untuk menurunkan risiko katarak.

Pola makan vegetarian juga mungkin hanya menjadi tanda perilaku sehat lainnya yang berkontribusi menurunkan risiko katarak.

Merokok, diabetes, dan paparan sinar matahari terang juga dihubungkan dengan peningkatan risiko bagi katarak.

Gaya hidup lebih

"Sementara itu, temuan baru benar-benar bertentangan dengan sebuah penelitian yang dilakukan di India, yang diet vegetarian dikaitkan dengan angka tinggi katarak," kata Dr Jack Dodick, yang memimpin Departemen Oftalmologi di New York University Medical Center Langone.

"Ini berarti yang masih sampai hari ini kita tidak tahu apa yang mempengaruhi katarak Mungkin gaya hidup yang lebih.. Mungkin ada faktor lain dalam menyebabkan katarak selain diet," kata Dodick, pemimpin sebuah penelitian lain.

Para peneliti Inggris meminta lebih dari 27.600 orang yang lebih tua dari 40 tahun untuk mengisi survei makanan antara 1993 dan 1999. Kemudian dimonitor rekam medis para partisipan antara 2008 dan 2009 untuk melihat apakah mereka terkena katarak. Hampir 1.500 telah terkena katarak selama masa tindak lanjut itu.

Risiko tertinggi terlihat di antara pemakan daging terberat-- mereka yang mengkonsumsi lebih dari 100 gram daging sehari-hari. pemakan daging Moderat hanya sedikit kurang mungkin mengembangkan katarak.

Pemakan ikan berisiko 15% lebih rendah dibandingkan dengan pemakan daging berat, vegetarian 30% lebih rendah.

"Apakah gizi benar-benar memainkan peran dalam risiko katarak masih belum diketahui jelas, katanya.

"Ini umumnya diterima bahwa jika Anda tinggal cukup lama semua orang akan terkena katarak," pungkas Dodick.

Jumat, 08 April 2011

PENYUCIAN DIRI

FILOSOFI HIDUP
Kejahatan diperbuat oleh diri sendiri, diri dikotori oleh diri sendiri, kejahatan dihindari oleh diri sendiri, diri disucikan oleh diri sendiri, kesucian dan kekotoran tergantung dari diri sendiri, tiada seseorang pun yang dapat menyucikan orang lain


LELUCON


Menandai Tempat Yang banyak Ikan Dua pemancing memutuskan untuk menyewa perahu di danau. Setelah memancing berjam-jam di berbagai tempat dan tidak ada satupun ikan yang tertangkap, mereka memutuskan untuk mencoba sekali lagi sebelum berhenti. Tiba-tiba, ikan mulai menggigit umpan dan mereka ternyata hanya punya waktu 20 menit. "Hei, kita harus menandai tempat ini sehingga waktu berikutnya kita akan tahu di mana ikan berkumpul," kata salah seorang pemancing tersebut. "Ide bagus," jawab orang kedua, mengambil sekaleng cat semprot dan membuat tanda X besar di lantai perahu. "Kenapa kau melakukan itu?" temannya bertanya. "Sekarang siapa yang menyewa perahu ini akan tahu di mana ikan-ikan itu berada."


TIPITAKA

Kisah Seorang BhikkhuYang Dahulu Sebagai Pelatih Gajah

Pada suatu kesempatan, beberapa bhikkhu melihat seorang pelatih gajah dan gajahnya di tepi sungai Aciravati. Saat itu, pelatih tersebut menemui kesulitan untuk mengendalikan gajahnya. Salah satu dari para bhikkhu tersebut, yang merupakan bekas pelatih gajah, berkata pada bhikkhu-bhikkhu yang lain bagaimana cara menanganinya dengan mudah. Pelatih gajah tersebut mendengarnya dan melakukan seperti yang dikatakan oleh bhikkhu tersebut. Dengan cepat gajah tersebut ditaklukkan. Setelah tiba kembali di vihara, para bhikkhu memberitahukan kejadian tersebut kepada Sang Buddha.

Sang Buddha mengundang bhikkhu bekas pelatih gajah tersebut dan berkata,bhikkhu yang sia-sia, yang jauh dari Jalan (Magga) dan Hasil (Phala)! Kau tidak mendapatkan apapun dengan menaklukkan gajah. Tak ada seorangpun yang dapat pergi ke suatu tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya (yaitu nibbana) dengan menaklukkan gajah; hanya ia yang telah menaklukkan dirinya sendiri yang dapat merealisasinya.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 323 berikut :

Tidak dengan mengendarai tunggangan seperti ituseseorang dapat pergi ke tempat yang belum pernah didatangi (nibbana).Namun orang yang telah dapat melatih, menaklukkan,dan mengendalikan dirinya sendiridapat pergi ke tempat yang belum pernah didatangi itu (nibbana).


VEGETARIAN


Pola Makan Vegetarian Baik untuk Ginjal

DENGAN mengikuti pola makan vegetarian, menurut sebuah penelitian, pasien penyakit ginjal bisa menghindari pengumpulan kadar racun fosfor di tubuh mereka.

Diketahui, penderita penyakit ginjal biasanya memang harus membatasi asupan fosfor. Karena, tingkat mineral yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung dan kematian. Pedoman medis biasanya menganjurkan diet rendah fosfor untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis (CKD), sayangnya kadar fosfor tidak tercantum pada label makanan.

Karena itulah, Sharon Moe dari Indiana University School of Medicine dan rekan-rekannya mempelajari efek dari pola maka vegetarian dan konsumsi daging berdasarkan tingkat fosfor dalam sembilan pasien dengan CKD.

Sekelompok pasien lalu diminta mengikuti pola makan vegetarian dan kelompok pasien lainnya mengikuti pola makan berbasis daging selama satu minggu lalu tiap kelompok melanjutkan dengan pola makan berlawanan dua sampai empat minggu kemudian. Tes darah dan urine lalu dilakukan setiap akhir minggu pada kedua jenis pola makan.

Meskipun protein setara dengan konsentrasi fosfor dalam dua diet, terlihat pasien memiliki tingkat fosfor darah yang lebih rendah dan penurunan ekskresi fosfat dalam urine saat mereka menjalani pola makan vegetarian jika dibandingkan dengan diet berbasis daging.

Para peneliti menyimpulkan penelitian ini menunjukkan bahwa sumber protein dalam pola makan memiliki dampak yang signifikan terhadap kadar fosfor pada pasien dengan CKD. Studi ini muncul dalam isu terkini Journal Clinical of American Society Nephrology (CJASN) edisi Desember lalu.